Rabu, 30 Maret 2016
Rabu, 16 Maret 2016
Aku cinta kamu karena Allah
yang terakhir
Allah ﷻ berfirman,
النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ
ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang
mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.”
(QS:Al-Ahzab | Ayat: 6).
Ayat ini menjelaskan bahwasanya istri-istri Rasulullah
ﷺ adalah ibunya orang-orang yang
beriman. Rasulullah ﷺ memiliki 11 orang istri. Semuanya
disebut sebagai ibu orang-orang yang beriman (Ummahatul Mukminin). Di
antara istri beliau ﷺ adalah Ummul Mukminin
Maimunah binti al-Harits radhiallahu ‘anha.
Allah ﷻ sebut istri-istri Nabi ﷺ sebagai ibu orang-orang yang beriman. Tentu ironis, ketika kita –yang
mengaku sebagai orang-orang yang beriman- lebih mengenal artis dari ibu kita
sendiri. Sesuatu yang wajar kita tahu siapa ibu negara. Tidak tahu dengan ibu
sendiri? Hmm..
Mari sejenak mengenal ibu kita, Ummul Mukminin
Maimunah binti al-Harist radhiallahu ‘anha.
Salahkah Aku Mencintai Dunia?
Seorang tabi’in, Salamah
bin Dinar (Abu Hazim) pernah ditanya oleh Abdurrahman bin Zaid bin
Aslam, semoga Allah merahmati keduanya:
“Sungguh kudapati pada diriku ini sesuatu yang membuatku bersedih”, kata Abdurrahman.
“Apa itu wahai putra saudaraku?” tanya Salamah bin Dinar.
“Cinta dunia,” jawab Abdurrahman.
Salamah bin Dinar berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya aku tidak menyalahkan diriku karena sesuatu yang Allah beri padaku. Karena Allah telah membuat kita cinta akan dunia ini. Tapi janganlah kecitaan kita pada dunia membuat kita mengambil sesuatu yang Allah benci. Dan menghalangi kita dari sesuatu yang Allah cintai. Jika demikian yang kita lakukan, maka kecintaan pada dunia tidak membahayakan kita. Selain (dua) hal ini, barulah kita cela diri kita (karena mencintai dunia).”
“Sungguh kudapati pada diriku ini sesuatu yang membuatku bersedih”, kata Abdurrahman.
“Apa itu wahai putra saudaraku?” tanya Salamah bin Dinar.
“Cinta dunia,” jawab Abdurrahman.
Salamah bin Dinar berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya aku tidak menyalahkan diriku karena sesuatu yang Allah beri padaku. Karena Allah telah membuat kita cinta akan dunia ini. Tapi janganlah kecitaan kita pada dunia membuat kita mengambil sesuatu yang Allah benci. Dan menghalangi kita dari sesuatu yang Allah cintai. Jika demikian yang kita lakukan, maka kecintaan pada dunia tidak membahayakan kita. Selain (dua) hal ini, barulah kita cela diri kita (karena mencintai dunia).”
Langganan:
Postingan (Atom)